Era globalisasi membawa konsekuensi perlunya perubahan struktur ekonomi,
industri dan perdagangan. Pemerintah dan masyarakat Indonesia khususnya
para wirausahawan bidang pertanian harus sudah mengantisipasi
masalah-masalah yang akan dihadapi pada era perdagangan bebas dengan
mengubah orientasi produksi menjadi orientasi Agribisnis yang diharapkan
dapat mengintegrasikan sektor pertanian (Inti dan Turunannya) dalam
sistem perdagangan internasional.
Menurut Bungaran Saragih (2004) pengertian Agribisnis itu sendiri
meliputi semua aktivitas sebagai suatu rangkaian sistem yang terdiri
dari :
- Sub Sistem Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi, teknologi dan
pengembangan sumberdaya pertanian.
- Sub Sistem Produksi dan Usaha Tani
- Sub Sistem Pengolahan Hasil-Hasil Pertanian atau Agroindustri.
- Sub Sistem distribusi dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Dengan demikian Sistem Agribisnis
merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan mulai dari hulu
sampai hilir, dimana keberhasilan pengembangan agribisnis sangat
bergantung pada kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai pada setiap simpul
yang menjadi Sub Sistemnya.
EVALUASI KEBIJAKAN
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan.
- Pertama, dan yang paling penting,
evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai
kinerja kebijakan, yaitu, seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan
telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi
mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu (misalnya, perbaikan kesehatan)
dan target tertentu.
- Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada
klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan
tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan
mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan
secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan
masalah yang dituju. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran,
analis dapat menguji alternatif.sumber nilai maupun landasan mereka
dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal, sosial,
substantif).
- Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada
aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan
masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja
kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah
kebijakan, sebagai contoh, dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target
perlu didefinisikan ulang. Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi
alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan
bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus
dan diganti dengan yang lain.
Dalam menghasilkan informasi mengenai
kinerja kebijakan, digunakan tipe kriteria yang berbeda untuk
mengevaluasi hasil kebijakan. Perbedaan utama antara kriteria untuk
evaluasi dan kriteria untuk rekomendasi adalah pada waktu ketika
kriteria diterapkan atau diaplikasikan. Kriteria untuk evaluasi
diterapkan secara restrospektif (ex post), sedangkan kriteria untuk
rekomendasi diterapkan secara prospektif (ex ante). Mengingat kurang
jelasnya arti evaluasi di dalam analisis kebijakan, menjadi sangat
penting untuk membedakan beberapa pendekatan dalam evaluasi kebijakan,
yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi teoritis keputusan.
Pengertian Sistem Agribisnis
Istilah agribisnis yang terungkap sejauh
ini memberikan kesan kepada kita bahwa agribisnis adalah suatu corak
pertanian tertentu dengan jati diri yang berbeda dengan pertanian
tradisional (yang dilakoni mengikuti budidaya yang berakar pada adat
istiadat dari komunitas tradisional) maupun dari pertanian hobi yang
tidak mendambakan nilai tambah komersial. Agribisnis adalah pertanian
yang organisasi dan manajemennya secara rasional dirancang untuk
mendapatkan nilai tambah komersial yang maksimal dengan menghasilkan
barang dan/atau jasa yang diminta pasar. Oleh karena itu dalam
agribisnis proses transformasi material yang diselenggarakan tidak
terbatas kepada budidaya proses biologik dari biota (tanaman, ternak,
ikan) tetapi juga proses pra usahatani, pasca panen, pengolahan dan
niaga yang secara struktural diperlukan untuk memperkuat posisi adu
tawar (bargaining) dalam interaksi dengan mitra transaksi di pasar.
Ikatan keterkaitan fungsional dari kegiatan pra usahatani, budidaya,
pasca panen, pengolahan, pengawetan dan pengendalian mutu serta niaga
perlu terwadahi secara terpadu dalam suatu sistem agribisnis yang secara
sinkron menjamin kinerja dari masing-masing satuan sub proses itu
menjadi pemberi nilai tambah yang menguntungkan, baik bagi dirinya
maupun secara keseluruhan.
Sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai
subsistem, yaitu (a) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi,
teknologi dan pengembangan sumberdaya pertanian; (b) subsistem budidaya
atau usahatani; (c ) subsistem pengolahan hasil atau agroindustri, dan
(d) subsistem pemasaran hasil; (e) subsistem prasarana dan (f) subsistem
pembinaan.
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP AGRIBISNIS
- Agribisnis itu adalah suatu sistem yang
utuh mulai sub-sistem penyediaan sarana produksi dan peralatan
pertanian; sub-sistem usaha tani; sub-sistem pengolahan atau
agroindustri dan sub-sistem pemasaran. Agar sub-sistem ini bekerja
dengan baik maka diperlukan dukungan sub-sistem kelembagaan sarana dan
prasarana serta sub-sistem pembinaan.
- Umumnya kelemahan dari pelaksanaan
sistem agribisnis ini terletak pada lemahnya keterkaitan sub-sistem
tersebut. Apa yang terjadi di lapangan adalah bahwa sub-sistem tersebut
bekerja sendiri-sendiri.
- Agar pelaksanaan sistem agribisnis
berjalan lancar dan agar keterkaitan antarsub-sistem bertambah kuat maka
diperlukan dukungan sumberdaya alam (SDA) dan sumber daya manusia
(SDM). Penekanan pada SDA terletak pada bagaimana menerapkan sistem
agribisnis yang memperhatikan aspek keberlanjutan (sustainibility).
Penekanan pada SDM terletak pada bagaimana meningkatkan kualitas SDM di
berbagai sektor kegiatan sistem agribisnis.
Pentingnya Memahami Wawasan Agribisnis
Kita akan membahas ‘Pentingnya Memahami
Wawasan Agribisnis’ dalam arti mengapa perlu agribisnis dalam
pembangunan pertanian? Pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan yang
berwawasan agribisnis ini mampu:
- meningkatkan pendapatan produsen;
- meningkatkan penyerapan tenaga kerja;
- meningkatkan perolehan devisa; dan
- menambah jumlah agroindustri baru.
Untuk itu pengalaman juga menunjukkan
bahwa hal tersebut disebabkan didukung oleh strategi pertanian tangguh.
Petaninya, pembinanya dan lembaganya harus tangguh. Ini artinya SDM dan
lembaga pendukungnya (agrisupport activities) harus tangguh.
Kondisi lain yang mendukung keberhasilan
pembangunan pertanian tersebut adalah karena kondisi agroklimat yang
ada sangat menguntungkan dan kemauan politik pemerintah juga sangat
mendukung. Walaupun demikian di sana-sini masih banyak kekurangan. Ini
dapat dibuktikan dari produktivitas (produksi per hektar) komoditas yang
sama dari yang dihasilkan oleh negara lain. Ini lazimnya lebih dikenal
dengan istilah kalah bersaing.
Kondisi kalah bersaing pada masa
mendatang dalam era globalisasi atau era GATT, maka hal tersebut akan
lebih serius lagi. Oleh karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan daya
saing perlu terus ditingkatkan lagi.
Untuk meningkatkan daya saing ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan penggunaan teknologi
baru, melakukan efisiensi di segala bidang agar biaya produksi dapat
ditekan, produksi dapat ditingkatkan dan keuntungan yang lebih besar
dapat diraih. Juga melaksanakan usahanya dengan sentuhan-sentuhan sistem
agribisnis, sebab dengan sentuhan sistem agribisnis maka keuntungan
akan lebih besar lagi. Untuk mengawali peningkatan daya saing itu perlu
diberikan prioritas pada komoditas unggulan.
Keterkaitan Pelaku Ekonomi Agribisnis
Pelaku ekonomi atau yang lazim disebut
pula dengan ‘dunia-usaha’ terdiri dari BUMN, Swasta dan Koperasi.
Pembagian seperti ini tentunya tergantung dari kebutuhan, namun
pembagian ‘dunia usaha’ menjadi BUMN, Swasta dan Koperasi adalah lazim
digunakan dalam terminologi yang ada. Ketiga pelaku ekonomi ini saling
bekerja sama satu sama lain menurut kepentingannya masing-masing.
Hal ini disebabkan baik BUMN, Swasta
maupun Koperasi mempunyai kekuatan dan kelemahan masing-masing. Karena
itu mereka saling membutuhkan satu sama lain. Begitu pula halnya dengan
usaha pengembangan agribisnis, ketiga pelaku ekonomi ini saling bekerja
sama menurut kepentingannya masing-masing.
Agribisnis sebagai Suatu Pendekatan
Agribisnis itu adalah suatu sistem
pendekatan pembangunan yang utuh. Sistem ini terdiri dari empat
subsistem yaitu penyediaan sarana produksi dan peralatan, usahatani,
pengolahan dan pemasaran. Dalam pelaksanaan lebih lanjut agar empat
subsistem dapat berjalan dengan baik maka diperlukan dua subsistem lagi,
yaitu subsistem infrastruktur dan subsistem pembinaan.
Oleh karena itu pelaksanaan agribisnis
memerlukan koordinasi dari berbagai pendekatan pembangunan pertanian.
Profesor Mosher dengan pendekatan lima prinsip utama, Soekartawi dengan
RTIC-endowment, Schultz dengan konsep traditional agrivulture dan
sebagainya.
Setelah koordinasi tersebut berjalan
lancar, maka diperlukan penciptaan kondisi yang kondusif yang memadai di
pedesaan atau di daerah di mana agribisnis tersebut dilaksanakan.
Kondisi kondusif ini antara lain adalah
- tersedianya komponen agribisnis secara lengkap di pedesaan;
- adanya wirausaha dan kemitraan dan
- kondisi lain yang mendukung.
Analisis SWOT
Secara asasi karena sifatnya sebagai
industri yang bertumpu kepada proses biologis, dunia peternakan adalah
dunia pedesaan. Data statistik menunjukkan lebih dari 54 persen dari
angkatan kerja pedesaan bermata pencaharian di bidang
pertanian/peternakan dengan rata-rata pendapatan relatif lebih rendah
dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang bekerja di sektor lain dan
yang tinggal di perkotaan. Rendahnya pendapatan penduduk pedesaan,
terutama yang bekerja di sektor perrtanian-peternakan ada hubungannya
dengan struktur pedesaan yang kurang kondusif bagi perkembangan
agribisnis yang dinamik dan kompetitif, karena sosok usahatani
peternakan yang lemah prasarana, fisik dan non fisik yang masih belum
memadai, serta terbatasnya jangkauan pasar. Kita semua mengetahui bahwa
hampir sebagian besar produksi hasil peternakan adalah hasil jerih
payah nelayan yang bertumpu kepada usahatani keluarga , yang didukung
dengan sumberdaya manusia dan iptek yang masih tertinggal. Kondisi
struktural demikian itu menyebabkan terbatasnya kemampuan nelayan untuk
menjangkau sarana produksi dan kesempatan memperoleh sinergi yang
diperlukannya untuk berkembang
Ditinjau dari aspek dukungan pendanaan
dari perbankan, ternyata investasi peternakan juga sangat kurang
diminati dunia usaha.. Hal ini menjadi salah satu indikator dari adanya
suku bunga perbankan yang dirasakan terlalu tinggi untuk usahatani di
pedesaan dan fakta bahwa lembaga dan sistem perbankan belum sepenuhnya
menjangkau nelayan, baik dari segi kelembagaan maupun prosedurnya.
Andaikata jangkauan tersebut sampai kepada sasarannya, ternyata lembaga
perbankan justru telah menjadi sarana untuk mengalirnya dana dari
pedesaan ke perkotaan, karena pedesaan lebih banyak menyimpan daripada
meminjam. Disini terlihat bahwa ketertinggalan dan keterbatasan
nelayan ternyata merupakan faktor kondisional yang berada dibalik
mengalirnya dana dari pedesaan ke perkotaan tersebut.
Kondisi lain yang ikut memperlambat laju
penanaman modal di sektor pertanian khususnya peternakan adalah
keharusan untuk sejak awal menerapkan pendekatan terpadu yang utuh.
Produk peternakan mempunyai karakteristik yang mudah rusak dan bervolume
dengan dibandingkan nilainya. Penanganan pasca panen, penyimpanan ,
pengolahan, pengangkutan dan lancarnya pemasaran menjadi sangat
penting. Apabila penanam modal tidak mampu menerapkan prinsip
integrasi vertikal dalam investasinya, maka ia terpaksa harus bergantung
kepada adanya investasi lain yang menjamin hadirnya semua mata rantai
yang diperlukan agar produknya dapat dipasarkan dengan baik.
Hal-hal lain yang juga memberikan peran
dalam memperlebar kesenjangan antar wilayah maupun diantara masyarakat
pedesaan sendiri, adalah apa yang kita sebut sebagai kegagalan pasar.
Dari pengalaman selama ini dapat ditunjukkan bahwa perkembangan ekonomi
yang mengandalkan pada kekuatan pasar saja justru hanya dinikmati oleh
masyarakat kelas menengah keatas. Masyarakat ekonomi lemah termasuk
didalamnya nelayan di pedesaan tidak sepenuhnya mampu memanfaatkannya.
Berhadapan dengan berbagai tantangan
yang menggugah tekad untuk menghadapinya itu, terbuka luas peluang
berkembangnya agribisnis untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri
maupun luar negeri akan berbagai hasil peternakan, yang lokasi dan
sumberdayanya berada di Indonesia, serta didukung dengan sumberdaya
manusia, ilmu dan teknologi, organisasi dan manajemen, serta modal,
kekayaan sosial ekonomi dan sosial budaya bangsa Indonesia sebagai
bangsa pejuang yang handal.
Peluang dari segi permintaan timbul
disamping karena dinamika pertumbuhan penduduk, juga karena dinamika
pertumbuhan ekonomi, sosial budaya dan arus globalisasi. Penduduk yang
bertambah, pertumbuhan perkotaan, industrialisasi, peningkatan
pendapatan, peningkatan kecerdasan/pendidikan dan lain-lainnya,
merupakan perubahan lingkungan strategik dari sisi permintaaan yang
manakala diantisipasi dan diapresiasi secara tepat akan menjadi peluang
usaha agribisnis yang menjanjikan nilai tambah. Dari segi penawaran,
peluang tersebut terbuka karena kemampuan ekonomi pedesaan yang semakin
besar dan semakin terbuka sebagai hasil dari perubahan dan kemajuannya
dalam transformasi struktural peternakan terdisional menjadi peternakan
dan pedesaan maju. Berkat pengalaman dan pelajaran yang diraih dalam
proses pembangunan dan modernisasi pertanian untuk mencapai swasembada
pangan, ekonomi pedesaan sudah menjadi bagian integral dari sistem
ekonomi nasional. Proses perubahan untuk menjawab kebutuhan pangan
nasional tersebut telah mengembangkan kelembagaan sistem agribisnis di
pedesaan yaitu perangkat yang menjadi penghantar masukan iptek sarana,
dana dan jasa, serta industri pengolahan hasil secara meluas di seluruh
pedesaan.
Tantangan dan peluang serta kondisi
sumberdaya pertanian termasuk peternakan yang merupakan kekayaan
sumberdaya potensial dalam menapak era pembangunan PJP II dan yang
dilengkapi dengan kebijaksanaan pembangunan yang berorientasi ke
pedesaan, menempatkan pembangunan pertanian pada posisi sebagai arena
pembangunan ekonomi yang perlu melakukan penyesuaian dalam pendekatan,
yaitu dari orientasi usahatani untuk mencukupi kebutuhan menjadi
pendekatan agribisnis untuk meraih nilai tambah bagi wilayah pedesaan
melalui kemampuannya untuk bersaing guna mencapai kesejahteraan yang
adil dan merata.
Strategi pembangunan pertanian termasuk
peternakan yang berwawasan agribisnis merupakan upaya sistematik yang
dipandang ampuh dalam mencapai beberapa tujuan ganda antara lain 1)
menarik dan mendorong sektor peternakan, 2) menciptakan struktur
perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel, 3) menciptakan nilai
tambah, 4) meningkatkan penerimaan devisa, 5) menciptakan lapangan kerja
dan 6) memperbaiki pembagian pendapatan.
Dengan sistem agribisnis sebagai
perangkat penggerak pembangunan peternakan, sektor peternakan akan dapat
memainkan pernan positip dalam pembangunan nasional, baik dalam
pertumbuhan, pemerataan maupun stabilisasi. Adalah wajar apabila
ternyata masyarakat pembangunan selalu dihadapkan dengan kenyataan bahwa
sasarannya selalu meningkat di satu pihak, sementara kendalanya
ternyata mengikat di pihak lainnya.. Pencapaian semua tujuan dan sasaran
yang menjadi harapan tersebut akan sangat tergantung kepada kehandalan
dari sistem agribisnis yang dikembangkan.
Beberapa faktor strategik yang terkait
dengan kehandalan tatanan agribisnis yang dikembangkan itu adalah 1)
lingkungan strategik;2) permintaan; 3) sumberdaya, serta 4) ilmu dan
teknologi.
1) Lingkungan Strategik
Pengaruh globalisasi dengan sangat cepat
menyusup pada struktur dan strategi badan-badan usaha multinasional.
Persaingan antar industri telah berubah dengan munculnya kerjasama
antara badan-badan usaha yang selama ini saling bersaing, untuk mencapai
tingkat keuntungan ekonomi yang tinggi. Dampak daripadanya seringkali
sulit untuk diantisipasi karena pengaruhnya dapat saja melanggar
kaidah-kaidah ekonomi yang fundamental. Gambaran tersebut sesungguhnya
menunjukkan betapa teori keunggulan komparatif tidak lagi sesuai dengan
perkembangan ekonomi dunia dewasa ini.
Jelas bahwa cepatnya fenomena globalisasi ekonomi tersebut membawa
dampak yang sulit, baik untuk negara-negara industri maupun
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Keadaan di atas seringkali
lebih dipersulit dengan semakin tampaknya sifat proteksionistis
negara-negara maju dalam perdagangan, persaingan tidak sehat antara
sesama badan usaha multinasional dalam upaya melestarikan kegiatan
ekonominya dan lain sebagainya. Di pihak lain, seringkali tuntutan
keseimbangan neraca perdagangan antar negara mengakibatkan bentuk
perdagangan menjadi semakin tidak dilandasi oleh prinsip-prinsip
keunggulan komparatifnya, karena hubungan bilateral menjadi prinsip
utama dibandingkan prinsip persaingan. Dengan demikian menjadi semakin
penting bagi kita untuk menanamkan wawasan “competitiveness” sebagai
landasan pembangunan peternakan.
2) Permintaan
Bagi dunia peternakan, dampak
globalisasi ekonomi akan segera terlihat pada sektor-sektor produksi
dari berbagai komoditas peternakan. Jika ingin terus meningkatkan
kemampuan bersaing komoditas peternakan kita di pasar Internasional,
maka mau tidak mau kita harus menangkap setiap gejala ataupun pergerakan
yang terjadi pada pasar internasional tersebut. Jelas bahwa
kecendrungan peningkatan produksi komoditas primer di satu pihak, yang
disertai lambannya pertumbuhan permintaan, telah menimbulkan kelebihan
penawaran yang pada gilirannya akan semakin menajamkan persaingan antar
sesama negara produsen. Sementara itu negara-negara konsumen menjadi
semakin sadar akan kepentingannya dalam menghadapi negara produsen,
sehingga sistim produksi peternakan harus senantiasa dikelola dengan
berorientasi pada permintaan pasar.
Perubahan perilaku dan selera pasar yang
semakin cepat sangat sulit untuk diantisipasi dengan tepat oleh
negara-negara produsen. Teknologi industri yang semakin canggih semakin
menuntut keefisienan ekonomi, kehandalan kualitas, disiplin serta
profesionalisme dengan segala etika yang terkait dengannya.
3) Sumberdaya
Indonesia adalah negara yang sangat kaya
sumberdaya alam. Masalahnya adalah bagaimana mengelola, memanfaatkan
secara optimal dan sekaligus memperluas “resource base” dari sumberdaya
alam dimaksud, sebagaimana diisyaratkan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 3.
Secara hakiki, upaya pembangunan yang sedang ditempuh pada saat ini
dapat dilakukan dengan mendayagunakan berbagai sumberdaya potensial yang
tersedia di setiap wilayah maupun yang dapat diusahakan dari luar
wilayah yang bersangkutan. Diantara sumberdaya potensial tersebut, ada
yang berupa sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia
(human resources) serta sumberdaya buatan (man-made resources).
Potensi sumberdaya alam yang cukup besar
dan beragam dari tanah air Indonesia tersebut dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, perlu disadari
bahwa pengelolaan sumberdaya potensial (“potential endowment resources”)
semacam itu mempunyai sifat khas, yaitu keterkaitan (interdependency)
yang kompleks dan rumit, yang pada gilirannya berpengaruh kepada
kelestarian (sustainability) sumberdaya tersebut.
Dengan demikian semakin jelas terlihat,
bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya pembangunan selalu terkait pada
persoalan-persoalan spesifik dari sumberdaya. Selain sifat langka dan
uniknya, pertimbangan perlu diberikan kepada adanya masalah
eksternalitas, tidak terbelahkan atau indivisibility, public goods,
property right, serta kelangkaan spasial yang merupakan sumber dari
monopoli alami atau natural monopoly.
Kesemua gambaran tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa potensi
sumberdaya pertanian, khususnya peternakan memberikan kesempatan yang
sangat luas untuk mengembangkan prinsip-prinsip keunggulan kompetitif
tanpa meninggalkan dua prinsip penting yaitu (a) wawasan agroekosistem
dan (b) wawasan lokalita/wilayah/regional. Kedua wawasan tersebut pada
dasarnya memberikan arah agar kegiatan agribisnis selalu memperhatikan
kondisi dan potensi sumberdaya alam dan lingkungannya.
4) Ilmu dan Teknologi
Ilmu dan teknologi merupakan perangkat
instrumental hasil karya manusia untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi karyanya, termasuk karya dalam menumbuhkembangkan agribisnis
di pedesaan. Peningkatan produktivitas dan efisiensi setiap simpul
dalam rangkaian sistem agribisnis akan menghasilkan perbaikan dalam
perolehan nilai tambah secara proporsional bagi setiap pelaku di dalam
rangkaian sistem tersebut.
Sebagai hasil karya manusia, ilmu dan
teknologi merupakan sumberdaya dinamik yang universal dan mempunyai
mobilitas tinggi.. Pengembangan, penyebaran, penerapan dan alih
teknologi tentunya perlu diberi isi kearifan pertimbangan agar bersifat
selektif dan tepat guna serta sesuai dengan nilai budaya bangsa.
Penerapan iptek tersebut seyogyanya dilakukan sesuai keragaman dan
karakteristik wilayah baik dari segi lahan,agroklimat maupun sosial
ekonomi, sosial budaya serta tingkat kemampuan masyarakat setempat dalam
mengadopsinya. Iptek juga berarti kemampuan rekayasa dan rancang
bangun sebagai hasil daya cipta dan daya kreatif manusia. Disinilah
relevansi peranan perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk
menumbuhkan budaya iptek yang bermuara pada tumbuhnya dinamika dalam
menciptakan rakitan teknologi yang kompatibel dengan keunikan dari
masing-masing wilayah. Berkembangnya iptek yang spesifik lokasi
tersebut, pada gilirannya akan menghasilkan suatu pola pengembangan
agribisnis yang dilandaskan pada keunggulan kompetitif wilayah, sebagai
warna dan nuansa dari pengembangan agribisnis di Indonesia. Sarana
pengembangan dan penyebaran serta adopsi iptek oleh sistem agribisnis
tidak cukup hanya dengan eksistensi lembaga perguruan tinggi dengan
litbang saja, tapi juga memerlukan hadirnya secara menyeluruh di
pedesaan fasilitas belajar seperti adanya lembaga penyuluhan peternakan,
sekolah-sekolah kejuruan, berbagai kursus ketrampilan, serta juga
lembaga konsultasi yang tersebar dan bergerak melayani masyarakat
nelayan/pedesaan.
Berbagai tantangan, peluang, lingkungan
strategik, permintaan/penawaran, sumberdaya dan iptek, beserta iklim
kondusif yang diciptakan oleh perangkat kebijakan dan pengaturan adalah
komponen fungsional /struktural dari perangkat masyarakat ekonomi yang
menjadi wadah dari proses transformasi pembentukan barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sebagai komponen tentunya dia hanya
akan berarti manakala berada dalam tatanan tertentu yang memberinya
posisi, aturan, daya, arah, takaran dan ukuran yang tepat, guna
terwujudnya transformasi masukan menjadi luaran secara efisien dan
menghasilkan nilai tambah yang optimal. Ini berarti dibutuhkan suatu
sistem yang tepat agar pembangunan peternakan dapat menghantarkan
peternakan kepada kondisi yang tangguh, maju dan efisien. Sistem inilah
yang disebut sistem agribisnis.
Kebijakan Peternakan yang disusun diatas telah memenuhi sistem
agribisnis yang diharapkan., yaitu salah satunya adalah berusaha
meningkatkan keterkaitan antara subsistem sehingga setiap kegiatan pada
masing-masing subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan
tingkat efisiensi yang tinggi.
Dalam rangka mewujudkan usaha
peternakan yang berwawasan agribisnis, telah dikembangkan
sentra-sentra produksi antara lain di Jawa Barat, dikembangkan budidaya
Tuna/Cakalang. Diharapkan di daerah ini telah dibangun pula prasarana
dan sarana yang memadai guna mendukung budidaya Tuna tersebut, antara
lain tersedianya jalur transportasi yang layak guna, adanya proses
pengolahan walaupun dalam skala rumah tangga, tersedianya pasar yang
dapat menampung hasil produksi tersebut, dan adanya pembinaan yang
kontinu dari aparat pembuat kebijakan. Akan lebih terlihat keberhasilan
suatu kebijakan apabila pada salah satu programnya terdapat pilot
proyek yang benar-benar mengikuti aturan yang ada pada kebijakan
tersebut.
Prospek Pengembangan Usahatani
Yang Berwawasan Agribisnis – Pola Kemitraan
Pemasyarakatan Agribisnis
Pemasyarakatan agribisnis melalui
pengembangan usaha pertanian yang berorientasi agribisnis menitik
beratkan pada upaya pengembangan instrument-instrumen agribisnis sebagai
sesuatu sistem ditingkat makro, yaitu : peningkatan mutu hasil
pertanian, pengembangan pasar dan informasi pasar, pengembangan usaha
dan hubungan kelembagaan serta pengembangan investasi yang berwawasan
lingkungan. Ditingkat makro yaitu penerapan-penerapan konsep
pengembangan sentra komoditi yang merupakan satuan kawasan pengembangan
agribisnis lokalita (KAPAL).
Peningkatan Mutu Hasil Pertanian
Kebijaksanaan operasional untuk
pengembangan standarisasi dan akreditas hasil pertanian yang diarahkan
pada pengembangan/pemasyarakatan sistem jaminan mutu mulai dari hulu
(tingkat petani) sampai dengan hilir.
Di tingkat petani pemasyarakatan mutu,
yang dimulai dari pengelolaan budidaya sampai pada tingkat manajemen
budidaya. Sementara ditingkat hilir, pemasyarakatan standar mutu produk
diarahkan pada permintaan pasar.
Pengembangan Pasar dan Informasi Pasar
Kebijakan makro yang perlu diambil dalam
rangka perbaikan struktur dan sistem pasar, antara lain ialah :
- Adanya perumusan aturan main antara pelaku, sehingga masing-masing
pelaku dapat bertransaksi secara seimbang, dan tidak terjadi eksploitasi
antara pelaku.
- Penerapan model-model kelembagaan yang dapat menciptakan transparasi
pembentukan harga (price discovery) dan menghilangkan kolusi.
- Melancarkan arus informasi pasar dari dan ke, antara sentra produksi
dan pasar baik domestik maupun internasional.
Pengembangan Usaha dan Hubungan Kelembagaan
Kebijaksanaan untuk menumbuhkan usaha
dibidang pertanian serta meningkatkan peranan kelembagaan diarahkan pada
:
- Pengembangan usahatani melalui pola kemitraan usaha dan
kewirausahaan.
- Pengembangan kelembagaan agribisnis di pedesaan.
- Meningkatkan keterkaitan antara sektor pertanian dengan
sector-sektor hilir.
- Pengembangan sumber daya dan sarana agribisnis, serta
- Peningkatan kerjasama organisasi profesi.
Pengembangan Investasi Berwawasan Lingkungan
Guna mendorong pengembangan investasi
dan aspek permodalan dibidang agribisnis ditempuh dengan cara
mengupayakan agar investasi agribisnis sejalan dengan insentif pada
sektor lainnya baik melalui kebijakan moneter, fiskal maupun teknis.
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan modal investasi.
HARMONISASI DAN PEMBANGUNAN
PERTANIAN BERKELANJUTAN BERBASIS SISTEM PERTANIAN ORGANIK
Pertanian organik semakin mendapat
perhatian dari sebagian besar masyarakat, baik di negara maju maupun
negara berkembang, khususnya mereka yang sangat memperhatikan kualitas
kesehatan, baik kesehatan manusia maupun lingkungan. Produk pertanian
organik diyakini dapat menjamin kesehatan manusia dan lingkungan karena
dihasilkan melalui proses produksi yang berwawasan lingkungan. Trend
masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) telah
menyebabkan permintaan produk pertanian organik di seluruh dunia tumbuh
pesat sekitar 20 – 30 % per tahun. Berdasarkan hal tersebut,
diperkirakan pada tahun 2012 , pangsa pasar dunia terhadap produk
pertanian organik akan mencapai U$ 100 milyar.
Pertanian berkelanjutan
(sustainable agriculture)
Adalah pemanfaatan sumber daya yang
dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat
diperbaharui (unrenewable resources), untuk proses produksi pertanian
dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin.
Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas
dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian
yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati
yang ramah terhadap lingkungan.
Pertanian organik merupakan salah satu bagian pendekatan pertanian
berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi berbagai teknik sistem
pertanian, seperti tumpangsari (intercropping), penggunaan mulsa,
penanganan tanaman dan pasca panen. Pertanian organik memiliki ciri khas
dalam hukum dan sertifikasi, larangan penggunaan bahan sintetik, serta
pemeliharaan produktivitas tanah. The International Federation of
Organic Agriculture Movements (IFOAM) menyatakan bahwa pertanian organik
bertujuan untuk: (1) menghasilkan produk pertanian yang berkualitas
dengan kuantitas memadai, (2) membudidayakan tanaman secara alami, (3)
mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem
pertanian, (4) memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka
panjang, (5) menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan
penerapan teknik pertanian, (6) memelihara keragaman genetik sistem
pertanian dan sekitarnya, serta (7) mempertimbangkan dampak sosial dan
ekologis yang lebih luas dalam sistem usaha tani.
Beberapa kegiatan yang diharapkan dapat
menunjang dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan keuntungan
harmonisasai produktivitas pertanian dalam jangka panjang, meningkatkan
kualitas lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat tani
adalah sebagai berikut: (1) pengendalian hama terpadu, (2) aplikasi
sistem rotasi dan budidaya rumput, (3) konservasi lahan, (4) menjaga
kualitas air/lahan basah, (5) aplikasi tanaman pelindung, (6)
diversifikasi lahan dan tanaman, (7) pengelolaan nutrisi tanaman, (8)
agroforestri (wana tani), (9) manajemen pemasaran, dan (10) audit dan
evaluasi manajemen pertanian secara terpadu dan holistik.
Berdasarkan penjabaran yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pertanian organik
merupakan salah satu teknologi alternatif pertanian yang memberikan
berbagai hal positif, yang dapat diterapkan pada usaha tani, sehingga
produk-produk hasil pertanian dapat bernilai komersial tinggi, menjamin
pemenuhan kebutuhan pangan dan keamanan pangan, dan dapat memberikan
kesadaran masyarakat dan petani khususnya dalam melestarikan ekosistem
lingkungan. Oleh karena itu, untuk menerapkan sistem pertanian ramah
lingkungan yang harmonis dan berkelanjutan, perlu dilakukan upaya antara
lain : (1) sosialisasi pemasyarakatan mengenai pentingnya pertanian
yang ramah lingkungan, (2) penggalakkan konsumsi produk hasil pertanian
organik, (3) diperlukan lebih banyak kajian/penelitian untuk mendapatkan
produk organik yang berkualitas tinggi. Oleh karena itu perlu
ditekankan bahwa usaha tani yang berorientasi pasar global perlu
menekankan aspek kualitas, keamanan, kuantitas dan harga yang bersaing.
Mari kita sambut dan sukseskan realisasi program kerja Go Organic
MEMBANGUN INDUSTRI PETERNAKAN
BERKELANJUTAN
Melalui kemajuan teknologi khususnya
teknoligi biologis dan kimiawi yang disebut sebagai revolusi hijau
(green revolution), telah membawa perubahan besar baik di bidang
pertanian maupun pada ekosistem secara keseluruhan. Kemajuan teknologi
ini menyebabkan manusia mampu menghasilkan produk-produk pertanian,
khususnya bahan pangan yang jauh lebih besar daripada kemampuan produksi
alamiah dari alam.
Perkembangan yang bersifat trade off
tersebut di satu sisi mampu meningkatkan produksi dan produktivitas
sektor peternakan dalam memenuhi kebutuhan manusia yang semakin
meningkat sejalan dengan meledaknya jumlah penduduk. Di sisi lain
menyebabkan penurunan (worse off) kualitas lingkungan hidup. Hal ini
menyebabkan sektor peternakan menjadi semakin tergantung dengan input
luar yang tinggi dengan penggunaan teknologi canggih. Sistem peternakan
yang semakin tergantung dengan dengan input luar yang berlebihan dan
tidak seimbang, tidak hanya berdampak pada ekologi dan lingkungan,
tetapi juga terhadap situasi ekonomi, sosial dan politik diantaranya
dengan adanya ketergantungan pada impor peralatan, bibit serta input
lainnya.
Perubahan konsep agriculture (budaya
bertani) menjadi agribusines (bisnis pertanian) yang lebih berorientasi
pada keuntungan (profit oriented) dengan tuntutan efisiensi yang tinggi
telah memunculkan paradigma baru dalam peternakan dengan menggunakan
teknologi canggih (sophisticated) yang cenderung kurang memperhatikan
keberlanjutan lingkungan. Perkembangan ini telah menyebabkan
ketidakseimbangan biokimia ekosistem yang terwujud dalam bentuk
kemerosotan bahkan kerusakan ekosistem mulai dari skala mikro, makro,
dan skala global (misalnya : global warming, ozon layer depletion,
global klimat change), yang pada akhirnya dapat mengancam kesejahteraan
dan keberlanjutan hidup manusia.
Meningkatnya pendidikan dan pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan, telah meningkatkan perhatian konsumen
tentang aspek informasi nutrisi dari makanan yang akan dikonsumsi.
Konsumen yang kita hadapi saat ini dan yang akan datang telah menuntut
(demanding demand) kualitas bahan makanan konsumsi yang aman dan
menyehatkan. Secara keseluruhan hal ini telah menyebabkan peningkatan
tuntutan akan keberagaman (increased demand for variety), tuntutan akan
atribut gizi yang lengkap (increased nutritional information), dan
peningkatan tuntutan akan kenyamanan dalam menkonsumsi (increased demand
for convenience).
Perkembangan mutahir dari preferensi
konsumen yang secara konvergen telah merubah perilaku konsumen dalam
mengevaluasi produk yang akan dibeli. Dewasa ini konsumen telah menuntut
atribut produk yang lebi rinci dan lengkap. (1) Bahan pangan aman untuk
kesehatan (food safety attributes), seperti kandungan patogen (food
bone patogens), kandungan logam berat (heavy metals) dan sebagainya. (2)
Bahan makanan mengandung nutrisi yang dapat mendukung kesehatan
(nutritional attributes), seperti kandungan lemak (fat content),
kandungan serat (fiber), kandungan mineral, asam amino dan lain
sebagainya. (3) Kandungan nilai dari bahan makanan (value attributes),
seperti kemurnian (purity), komposisi kimia apakah alamiah atau
diperkaya (enrichment), ukuran (size), penampilan (appearance), rasa
(tastes), dan aspek nilai penyajian (konventence of preparation). (4)
Bagaimana pengepakan dilakukan (package attributes), apa materialnya,
label dan informasi lainnya.
Dalam ligkungan dan iklim seperti ini
maka yang menjadi perhatian untuk dapat memanfaatkan peluang adalah
suatu industri peternakan yang efisien dan berwawasan lingkungan, yang
mampu memanfaatkan potensi sumber daya alam setempat secara optimal bagi
tujuan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Oleh karena itu
pendekatan pembangunan peternakan dengan paradigma lama perlu
dikembangkan dan disesuaikan dengan melakukan perubahan yang sistematis
dan integratif dalam paradigma pembangunan. Perubahan preferensi
konsumen yang lebih menginginkan produk yang ramah lingkungan perlu
diikuti perkembangannya dan diendogenuskan dalam pembangunan industri
agribisnis berbasis peternakan. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian
kembali terhadap pemanfaatan teknologi agar tidak hanya berorientasi
pada penggunaan input energi secara maksimal, tetapi perlu diarahkan
pada penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Tujuan pembangunan
harus tetap berjalan seimbang yaitu peningkatan produktivitas dan
produksi dalam memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat dan
disisi lain harus memperhatikan pencapaian keberlanjutan sistem
produksi, peningkatan kesejahteraan petani, dan pelestarian lingkungan
hidup yang memerlukan langkah terobosan di bidang penelitian.
Degradasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan dan Implikasinya Bagi Pembangunan Peternakan Berkelanjutan
Pembanguan ekonomi yang cepat akan
menyebabkan adanya penurunan nilai (degradasi) terhadap sumber daya alam
dan lingkungan. Kerusakan terhadap sumber daya alam tersebut dapat
berupa perusakann/penggundulan hutan (deforestation), daerah aliran
sungai (watershed), kehilangan keragaman biologi (biodiversity), erosi
yang berlebihan, kerusakan yang dicirikan oleh meluasnya padang
alang-alang, kelebihan tangkapan ikan (overfishing), ikan mati akibat
pemupukan berat dan residu pestisida dan pencemaran air oleh zat-zat
kimia yang berbahaya.
Saptana et al. (1995) dalam Dewi et al.
(1999) mengemukakan bahwa kerusakan sumber daya alam dan lingkungan yang
disebabkan oleh : Sistem ekonomi yang salah arus sehingga menghasilkan
keragaman yang buruk (bad economy), dan keadaan ekonomi yang buruk
ditimbulkan oleh kebijaksanaan pemerintah yang salah arah (goverment
failure), terutama berkaitan dengan distorsi dalam ekonomi pasar.
Distorsi tersebut kemudian menimbulkan terjadinya isyarat-isyarat harga
pasar yang salah (false price signal) kepada produsen dan konsumen,
sehingga kejadian tersebut mengarah mislokasi sumber daya yang tidak
efisien berupa kemubasiran dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut.
Sumber daya alam sebagai hak milik bersama (common property resources),
dimana hak pemilikannya (property right) tidak jelas yang cenderung
untuk tidak dihargai sehingga cenderung terjadi eksploitasi sumber daya
alam.
Paradigma pembangunan yang tidak pernah
mempertimbangkan perubahan aset produktif berupa cadangan sumber daya
alam yang semakin menipis (resourece stock depletion).
Untuk mempertahankan keberlanjutan aliran serta kualitas cadangan sumber
daya pertanian sepanjang waktu, maka harus menerima dan melaksanakan
kaidah-kaidah berikut (Saptana et al., 1995 dalam Dewi et al., 1999) :
Untuk sumber daya yang dapat pulih (renewable resource) agar diusahakan
pengguanaan lebih kecil atau sama dengan daya laju pertumbuhan alamiah
untuk mempermudahnya kembali. Untuk pemakainnya sumber daya yang tidak
dapat pulih (exhausthable resource) agar diusahakan optimalisasi tingkat
penggunaanya, dengan syarat agar dicarikan substansinya dari sumber
daya lainnya dan untuk meningkatkan efisiensi pemakainnya agar digunakan
teknologi maju yang hemat energi.
Agar dapat memanfaatkan sumber daya alam
secara efisien maka nilai jasa lingkungan dan cadangan sumber daya alam
bersangkutan harus diperhitungkan analisis neraca ekonomisnya.
Membangun Industri Peternakan Berwawasan Lingkungan
Pembangunan peternakan harus dilakukan
dengan pola pembagunan berkelanjutan yang diartikan sebagai upaya
pengelolaan dan konservasi sumber daya peternakan (lahan, air, dan
sumber daya genetik) melalui orientasi perubahan teknologi dan
kelembagan sedemikian rupa sehingga menjamin tercapainya kebutuhan yang
diperlukan secara berkesinambungan dari waktu ke waktu.
Pembangunan peternakan berkelanjutan
yang memperhatikan aspek konservasi sumber daya alam, air dan sumber
daya genetik tanaman dan hewan tersebut harus berwawasan ligkungan,
artinya: tidak menimbulkan pencemaran serta degradasi dalam mutu
lingkungan hidup, yakni secara teknis tepat guna, secara ekonomi layak
diusahakan, secara sosial dapat diterima, secara ekologis tetap menjamin
keseimbangan ekosistem lainnya. Implikasinya pembangunan peternakan
berwawasan lingkungan adalah : (1) terpeliharanya kapasitas produksi
sumber daya alam, (2) mengurangi dampak pencemaran dan penurunan
kualitas linkungan hidup, (3) dapat menghasilkan produk primer maupun
sekunder yang berkualitas dan higienis dan berdaya saing tinggi, serta
(4) dapat menyediakan lapangan kerja dan pendapatan yang memadai bagi
peternak.
Dilihat dari basis sumber daya yang
digunakan, agribisnis peternakan sangat tergantung pada faktor ekosistem
atau lingkungan. Oleh karena itu pembangunan peternakan dengan
pendekatan agribnisnis dapat terus tumbuh secara berkelanjutan sesuai
dengan ekosistem spesifik lokasi dimana agribisnis dikembangkan.
Strategi pembangunan peternakan yang berkelanjutan pada sistem produksi
dilakukan dengan pendekatan usahatani (farming system) berupa integrasi
tanaman dan ternak, pendaurulang bahan organik, pengolahan lahan
konservasi, pengurangan bahan input kimia (LISA = Low Input Sustainable
Agriculture), pengendalian hama terpadu dan sistem produksi
tanaman-ternak. Pada subsitem agroindustri dilakukan pengolahan produksi
peternakan primer menjadi sekunder atau tersier serta pengolahan
limbah. Beberapa keuntungan pembangunan peternakan yang berkelanjutan
dengan pendekatan agribisnis antara lain :
- Pengembangan agribisnis peternakan
didasarkan atas sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable)
tidak akan pernah habis.
- Kegiatan agribsinis peternakan dapat
diintegrasikan dengan mudah sehingga interaksi masyarakat dengan
lingkungan dapat dipertahankan.
- Dapat membuka peluang kesempatan kerja
dan peningkatan pendapatan dengan adanya nilai tambah hasil produksi
peternakan bersifat standar, berkualitas baik dan berdaya saing tinggi.
DASASILA PETERNAKAN DALAM
PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI INDONESIA
eternakan diakui sebagai salah satu
komoditas pangan yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi devisa
negara dan harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani.
Pada kenyataannya, target kebutuhan protein hewani asal ternak sebesar 6
g/kapita/hari masih jauh dari terpenuhi. Ada sedikitnya sepuluh
permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam mengembangkan
peternakan yaitu pemerataan dan standar gizi nasional belum tercapai,
peluang ekspor yang belum dimanfaatkan secara maksimal, sumber daya
pakan yang minimal, belum adanya bibit unggul produk nasional, kualitas
produk yang belum standar, efisiensi dan produktivitas yang rendah,
sumber daya manusia yang belum dimanfaatkan secara optimal, belum adanya
keterpaduan antara pelaku peternakan, komitmen yang rendah dan
tingginya kontribusi peternakan pada pencemaran lingkungan.
Bahkan, akhir-akhir ini produk ternak
dari luar negeri semakin membanjiri pasar Indonesia dengan harga yang
lebih murah dan mutu yang lebih baik. Hal ini sangat sulit untuk
dihindari, karena adanya kecenderungan adanya perdagangan bebas dan
Indonesia mau tidak mau harus menghadapinya. Hal ini tentu saja
mengancam perkembangan peternakan di Indonesia.
Untuk mengantisipasi terpaan dari luar,
peternakan di Indonesia harus mengubah strategi agar mampu bertahan dan
bahkan mampu bersaing dengan produk luar baik dalam memperebutkan pasar
nasional maupun pasar internasional.
A. Dasasila Peternakan
Dalam kaitannya dengan hal tersebut di
atas, penulis mengemukakan selupuh dasar peternakan yang harus
dikembangkan dan diterapkan di Indonesia. Sepuluh dasar tersebut yang
penulis namakan Dasasila Peternakan telah diseminarkan di forum seminar
nasional yang diselenggarakan pada tanggal 17 Mei 2004 di Bengkulu.
Konsep ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Interaksi Pelaku Peternakan yang Harmonis.
- Interaksi Pelaku Peternakan dengan Lingkungan yang Harmonis.
- Pengembangan Pakan Berbasis Bahan Baku Lokal yang Kompetitif.
- Penciptaan Bibit Unggul.
- Perencanaan Usaha Terintegratif.
- Penciptaan Tatalaksana Berbasis Peternakan Berkelanjutan.
- Kesehatan yang Optimal bagi Ternak, Peternak dan Masyarakat.
- Pengelolaan Keuangan,Kemudahan Berusaha & Kemudahan Mendapatkan
Modal Usaha.
- Pemasaran Terpadu.
- Kesejahteraan bagi Ternak, Peternak dan Masyarakat Luas.
Sepuluh sila tersebut telah ada dan
telah dimengerti dan dipahami oleh dunia peternakan di Indonesia. Namun
dalam kenyataannya kebijakan pemerintah dan juga strategi swasta masih
terkotak-kotak. Belum terintegrasi.
Interaksi Pelaku Peternakan yang
Harmonis
Sila pertama dan kedua merupakan sila
yang amat fundamental. Kedua sila ini merupakan atmosfir ideal yang
hendak diraih, dan juga merupakan intisari dari sila-sila selanjutnya.
Pada sila pertama dikemukakan bahwa
untuk mencapai dunia peternakan yang ideal, para pelaku peternakan baik
yang terkait secara langsung ataupun tidak langsung harus berinteraksi
secara harmonis. Yang dimaksud dengan para pelaku peternakan antara lain
pemerintah (dalam hal ini Departemen Pertanian sub peternakan beserta
jajarannya, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas-dinas Peternakan
dll.), Asosiasi-asosiasi Peternakan, Bank, Pengusaha, Peternak,
Perguruan Tinggi dan lain sebagainya yang terkait dengan dunia usaha
peternakan.
Interaksi antar pelaku peternakan yang
harmonis dapat diamati pada Bagan 1 di bawah ini. Dari bagan tersebut,
pemerintah berperan sebagai koordinator semua kegiatan peternakan,
dimana dalam membuat kebijakan umum harus melakukan koordinasi dengan
seluruh komponen yang terlibat dalam peternakan. Hal ini diharapkan
dapat menghasilkan kebijakan yang menguntungkan semua pihak.
Dalam implementasinya maka kesejajaran
antara pelaku peternakan di bawah koordinasi pemerintah, sehingga satu
dengan yang lainnya tidak bersifat dominan. Untuk mencapai kesejajaran,
maka peternak harus berada dalam suatu wadah yang kokoh yaitu koperasi
mandiri yang menasional, yang mempunyai kekuatan tawar dengan pelaku
peternakan lainnya. Semua elemen pelaku peternakan secara bebas memberi
umpan balik kepada perintah dan dapat memberi input terhadap elemen
lainnya. Pemerintah selain sebagai koordinator, ia juga sebagai pihak
evaluator dan pengontrol pelaksanaan kebijakan di lapangan. Jadi, untuk
menghasilkan interaksi yang harmonis perlu adanya sistem peternakan yang
baik.
Dalam konsep sistem peternakan meliputi
proses, struktur dan fungsi. Proses merupakan pola-pola yang dibuat oleh
manusia dalam mengatur hubungan antara satu dengan lainnya. Dalam
sistem peternakan lembaga seperti departemen pertanian, direktorat
jenderal peternakan, asosiasi-asosiasi, birokrasi dll. tidak lain adalah
proses-proses. Lembaga-lembaga ini mempunyai kehidupan masing-masing.
Mereka mencerminkan struktur perilaku. Struktur ini meliputi
lembaga-lembaga formal dan informal. Sementara fungsi adalah membuat
keputusan-keputusan yang mengikat seluruh masyarakat seperti kebijakan
umum dan pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat peternakan.
Dalam sistem peternakan ada 4 komponen
yang harus diperhatikan yaitu kekuasaan, kepentingan, kebijakan dan
budaya peternakan. Kekuasaan adalah cara untuk mencapai hasil yang
diinginkan dalam alokasi sumber daya di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Kepentingan adalah sebagai tujuan-tujuan yang ingin dikejar
oleh pelaku peternakan. Kebijakan sebagai hasil interaksi antara
kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk undang-undang. Budaya
peternakan adalah sebagai orientasi subjektif individu terhadap sistem
peternakan yang berlaku. Keempat komponen tersebut harus dibangun secara
bersama, agar dicapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak yang
bergerak di bidang peternakan.
Interaksi Pelaku Peternakan
dengan Lingkungan yang Harmonis
Sila kedua pelaku peternakan juga harus
berinteraksi secara harmonis dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut
berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik ada yang bersifat mikro
dan ada pula yang bersifat makro. Nah, dalam kaitannya dengan
lingkungan fisik ini pelaku peternakan selain menggunakan sumber daya
alam secara optimal juga harus menjaga keseimbangan lingkungan fisik di
mana mereka berusaha. Hal ini berarti setiap limbah yang dihasilkan
harus diolah sedemikian rupa sehingga limbah sebelum dialirkan ke sumber
air harus bebas dari kontaminan. Selain itu, peternakan harus dikelola
dengan menghasilkan tingkat polusi seminimal mungkin.
Yang dimaksud dengan lingkungan sosial
adalah dapat berupa lingkungan sosial dalam sistem kegiatan peternakan
itu sendiri dan dapat pula berupa masyarakat luas di mana mereka
beraktivitas. Kegiatan peternakan sebaiknya memperhatikan aspirasi
masyarakat di sekitar mereka. Agar supaya kehadiran mereka dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat sekitar, maka sudah selayaknya mereka
merekrut masyarakat sebagai pekerja atau tenaga professional serta
melatih mereka agar mendapat pekerjaan dan masa depan yang lebih baik.
Dengan cara ini sebenarnya menghindarkan perusahaan peternakan dari
sikap dan perilaku negatif dari masyarakat.
Disamping itu, para pelaku peternakan
harus memperhatikan hak-hak konsumen seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Para pelaku diharapkan tidak melakukan hal-hal yang merugikan
konsumen seperti menyembunyikan kualitas produknya.
Pengembangan Pakan Berbasis
Bahan Baku Lokal yang Kompetitif
Sila ketiga merupakan salah satu jabaran
sila pertama. Untuk mengembangkan peternakan yang mempunyai kekuatan
pasar yang tinggi, maka dunia peternakan harus mengembangkan pakan yang
mempunyai nilai kompetitif yang tinggi. Hal ini disebabkan karena pakan
menempati porsi terbesar dari total produksi. Kita tidak bisa
mengandalkan begitu saja negara lain sebagai pensuplai pakan ternak.
Sebab, hal ini sangat rawan bagi dunia peternakan nasional. Kita bisa
saja membentuk suatu asosiasi multinegara untuk mengembangkan pakan
tersebut, asalkan kita mempunyai kekuatan yang seimbang.
Artinya kita harus berusaha untuk
mengembangkan salah satu sumberdaya pakan yang amat penting bagi
kegiatan peternakan di negara lain, sementara negara lain yang tergabung
dalam ikatan perjanjian tersebut memproduksi bahan pakan lain. Dengan
cara ini, Indonesia mempunyai kekuatan tawar yang tinggi. Mungkin kita
bisa mulai kerjasama dengan negara tetangga yang tergabung dalam negara
ASEAN.
Penciptaan Bibit Unggul
Sila keempat yaitu penciptaan bibit
unggul. Idealnya, jika sistem peternakan yang bersifat universal
terbentuk, maka bibit unggul tidaklah harus diproduksi di masing-masing
negara. Namun, dalam alam empiris hal ini sangat sulit untuk diterapkan.
Oleh sebab itu, agar dunia peternakan dapat berkembang di tingkat
nasional, kita seharusnya menciptakan bibit unggul yang khas. Mungkin
kita akan kalah bersaing dengan negara lain dalam hal penciptaan ternak
unggul yang sudah ada. Oleh sebab itu, kita dapat mengembangkan bibit
unggul yang belum dikembangkan oleh negara lain. Alam telah menyediakan
hal tersebut di negara kita yaitu berupa plasma nutfah yang beraneka
ragam. Tinggal kita mau dan mempunyai kemampuan untuk menggali dan
mengembangkannya. Saya yakin, kita telah banyak memiliki ahli pemuliaan,
namun pada kenyataannya belum dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Kita mempunyai banyak plasma nutfah
untuk keperluan pengembangan bibit unggul. Sebagai contoh kita dapat
mengembangkan budidaya ayam hutan merah dan hijau untuk keperluan
pengembangan ayam hias yang khas. Sebagai contoh ayam Burgo yang
merupakan hasil persilangan ayam hutan merah dan ayam kampung
menghasilkan ayam hias yang bagus pada ayam jantan, sedangkan ayam
betina mempunyai produksi telur yang lebih tinggi dari ayam kampung.
Kita juga mempunyai ayam Arab yang produksi telurnya menyamai ayam ras.
Kita juga mempunyai domba Garut sebagai penghasil wol yang halus. Kita
juga mempunyai kerbau asli seperti kerbau Enggano dan kerbau Benuang
yang mempunyai postur tubuh yang besar. Dan jangan lupa, kita juga
mempunyai rusa Sambar yang mempunyai tubuh yang besar. Dan juga masih
mempunyai kambing gunung yang berbadan besar. Dan, masih banyak lagi
plasma nutfah yang belum digali. Semua plasma nutfah tersebut memerlukan
penangan serius agar diperoleh bibit unggul yang mampu menembus pasar
internasional.
Perencanaan Usaha Terintegratif
Sila kelima adalah perencanaan usaha
terintegratif. Artinya dalam merencanakan usaha peternakan kita tidak
dapat hanya merencanakan usaha di masing-masing perusahaan, tetapi juga
melakukan perencanaan usaha menyeluruh secara nasional.
Perencanaan memang perlu dalam
pengembangan perusahaan peternakan yang handal. Dewasa ini, peternak
kecil dan menengah kurang mempunyai perencanaan yang baik, sehingga
mereka kurang dapat memprediksi perkembangan pasar. Hal ini berakibat
dalam pengembangan usaha mereka hanya berdasarkan perkiraan saja.
Memang, pada perusahaan besar, telah dilakukan perencanaan yang baik,
sehingga mereka mampu mengendalikan pasar. Namun, ketika perusahaan
besar berhadapan dengan perusahaan besar dari negara lain maka daya
tahan mereka masih cukup rawan. Oleh sebab itu, mereka harus mampu
membuat perencanaan yang mampu mengimbangi invansi perusahaan dari luar.
Nah, untuk menghadapi invansi dari luar,
maka perusahaan tidak dapat mengandalkan kekuatan perusahaan itu
sendiri. Juga, bukan sekedar mengandalkan kekuatan asosiasi perusahaan
tersebut secara terpisah dengan asosiasi pelaku peternakan lainnya. Akan
tetapi, para pelaku peternakan harus secara terpadu bekerja sama dan
membuat perencanaan terpadu secara nasional, dari perusahaan hulu sampai
dengan perusahaan hilir.
Penciptaan Tatalaksana Berbasis
Peternakan Berkelanjutan
Sila keenam adalah penciptaan atau
pekembangan teknologi tata laksana berbasis peternakan berkelanjutan.
Sila keenam ini merupakan salah satu jabaran sila kedua. Artinya dalam
kegiatan usaha peternakan harus memperhatikan keserasian dan
keseimbangan lingkungan fisik. Kegiatan-kegiatan peternakan diupayakan
menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan yang paling rendah.
Memang, hal ini memerlukan biaya yang tinggi. Namun itulah yang
seharusnya dilakukan oleh para pelaku peternakan. Dewasa ini telah
dilakukan penelitian-penelitian untuk mengurangi gas metan dan gas
amoniak. Gas metan dikenal sebagai salah satu gas rumah kaca yang
berbahaya bagi lapisan ozon, sedangkan gas amoniak dapat menimbulkan
hujan asam, menurunkan pH tanah dan air.
Dalam tatalaksana peternakan
berkelanjutan, maka pemeliharaan ternak diatur sedemikian rupa sehingga
menghasilkan produksi dan efisiensi produksi yang menguntungkan bagi
peternak tetapi menghasilkan polusi seminimal mungkin. Salah satu
caranya adalah dengan menyusun ransum yang bermutu baik, sehingga
kemungkinan nutrisi tersebut terbuang menjadi feses berkurang drastis.
Hal ini akan mengurangi produksi feses. Feses yang diproduksi dapat
langsung diolah menjadi pupuk kandang pada areal terpisah. Demikian pula
limbah cair yang dihasilkan ternak dapat diproses menjadi senyawa yang
berguna bagi tanaman. Seperti diketahui urin ternak mengadung banyak
senyawa aktif untuk berbagai kepentingan, misalnya untuk merangsang
pertumbuhan tanaman karena urin mengandung hormon pengatur tumbuh.
Kesehatan yang Optimal bagi
Ternak, Peternak dan Masyarakat
Sila ketujuh kesehatan yang optimal bagi
ternak, peternak, dan masyarakat. Dalam kegiatan usaha peternakan
factor kesehatan harus menjadi prioritas utama. Kesehatan yang harus
diperhatikan meliputi kesehatan ternak, kesehataan pelaku peternakan itu
sendiri dan juga kesehatan masyarakat.
Kesehatan peternak, dapat dicapai jika
dalam pengelolaannya memperhatikan sila keenam. Dengan pengelolaan yang
baik, maka kandang menjadi tidak berbau, menghasilkan gas beracun yang
masih dalam ambang toleransi dll. Dengan cara ini kesehatan peternak dan
pekerjanya menjadi terjamin.
Kesehatan ternak dapat dicapai jika
peternak memperhatikan semua aspek yang dibutuhkan ternak seperti
kebutuhan pakan, air minum, lingkungan mikro yang sehat, dan juga kasih
saying peternak. Dalam era sekarang, peternak juga dituntut untuk
memperhatikan kesejahteraan ternaknya. Jadi, selain memenuhi kebutuhan
fisik, peternak juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan non-fisik ternak
seperti kebutuhan bersosialisasi dll. Memang, jika peternak dituntut
seperti ini, maka biaya produksi meningkat. Ini memang menjadi problema
kita bersama.
Memperhatikan kesehatan masyarakat
berarti seorang peternak harus memproduksi produk ternak yang bergizi
dan aman dikonsumsi. Aman berarti produk tersebut bebas dari mikrobia
patogen dan bebas dari residu obat-obatan, rendah kandungan zat-zat yang
dapat menimbulkan dampak penyakit dan sebagainya. Selain itu, peternak
juga harus memperhatikan bahwa kegiatannya tidak menimbulkan gangguang
bagi kesehatan masyarakat di sekitarnya. Artinya, peternak harus
meminimisasi polusi yang diakibatkan oleh kegiatan peternakannya.
Pengelolaan Keuangan, dan Kemudahan
Berusaha serta Kemudahan Mendapatkan Modal Usaha. Usaha peternakan tidak
akan berjalan dengan baik jika tidak ada pengelolaan keuangan yang
baik, kemudahan dalam berusaha serta ketersediaan modal yang memadai.
Point ini dituangkan dalam sila ke delapan. Seringkali peternak terutama
peternak kecil sulit mendapatkan modal usaha terutama dari bank.
Meskipun ada program pemerintah tentang hal ini, namun pada kenyataannya
peternak masih mendapatkan kesulitan dalam mengurus permodalan. Untuk
mempermudah mendapat modal usaha, maka peternak dapat bergabung
membentuk koperasi atau badan usaha bersama.
Pemasaran Terpadu
Sebagai konsekwensi sila pertama maka
dalam dunia ideal pelaku peternakan seharusnya melakukan pemasaran
terpadu atau terintegratif. Dalam dunia ideal, dalam proses kegiatan
pemasaran tidak ada satu pihakpun yang dirugikan kepentingannya. Pada
kenyataan empiris pemasaran lebih banyak dikuasai oleh individu atau
lembaga tertentu. Bahkan sering terjadi adanya mafia perdagangan dan
adanya persaingan bebas. Hal ini menyebabkan peternak kecil dalam posisi
tawar yang rendah dan tidak berdaya.
Kesejahteraan bagi Ternak,
Peternak dan Masyarakat Luas
Dan sila terakhir adalah merupakan
tujuan akhir dari semua kegiatan peternakan yaitu terciptanya
kesejahteraan baik lahir maupun batin. Kesejahteraan ini tidak saja
menyangkut seluruh pelaku peternakan, tetapi juga masyarakat dan bahkan
juga kesejahteraan ternak. Kesejahteraan bagi pelaku peternakan dapat
diartikan bahwa mereka mendapat penghasilan yang memadai untuk keperluan
hidup yang standar, ketenangan dan keamanan dalam berusaha dll.
Kesejahteraan bagi masyarakat dapat
diartikan bahwa masyarakat dapat memperoleh kebutuhan gizinya terutama
protein asal produk ternak dengan harga yang terjangkau, keamanan pangan
terjamin. Diharapkan pula pelaku peternakan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat luas dalam arti mampu memberikan kontribusi
yang nyata bagi peningkatan pendapatan masyarakat luas. Selain itu,
peternak dalam aktivitasnya harus pula memperhatikan hak-hak yang
seharusnya diperoleh oleh seekor ternak. Jadi ternak, jangan hanya
dijadikan objek untuk menddapatkan penghasilan, tetapi peternak harus
juga memperhatikan keperluan dan kebutuhan mereka seperti makan, minum,
kebutuhan akan interaksi antara mereka, kasih saying dari peternak dll.
Demikian yang bisa saya sampaikan dalam
mendukung Pembangunan Peternakan yang berwawasan agribisnis dan
berkelanjutan. Terimakasih.